Ujian Kehidupan
Saya memiliki seorang teman, seorang wanita. Usianya lebih tua dibandingkan dengan saya. Dia memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan kembar.
Dia pernah menikah, namun pernikahannya kandas. Dia mengalami KDRT juga perlakuan yang tidak menyenangkan dari keluarga suaminya. Mereka pun bercerai.
Saat ini, dia tengah berjuang menghadapi kangker. Sudah operasi beberapa hari yang lalu dan sekarang dia sedang dalam proses pemulihan.
Saya pun menengok diri saya sendiri. Dimasa yang lalu saat saya menginjak usai 20-an, saat itu ibarat saya menghadapi karir yang cemerlang. Banyak hal yang ditawarkan kepada saya namun saya tolak. Tawaran untuk melanjutkan S2, tawaran untuk menjadi asisten dosen saya tolak karena saya ingin bekerja. Memang waktu itu saya tengah mengalami kejenuhan belajar sehingga saya ingin berkarir di bidang non lembaga pendidikan. Saya kemudian diterima di perusahaan swasta internasional dan mulai bekerja keesokan harinya setelah saya menerima ijazah PT saya. Di tempat kerja saya mendapatkan posisi yang strategis sehingga saya mendapatkan perlakuan istimewa. Namun saya kemudian memilih untuk menikah muda dan meninggalkan itu semua. Saat saya menghadap untuk mengajukan pengunduran diri, Bapak GM menyampaikan bahwa sebenarnya beliau hendak mengirim saya untuk menghadiri sebuah pertemuan di Taiwan. Namun tidak apa saya mengundurkan diri untuk sebuah tujuan mulia, begitu beliau menyampaikan kepada saya.
Saya pada waktu itu tidak merasakan penyesalan sedikitpun karena saya pun merasa bahwa itu adalah pilihan terbaik saya. Saya pun tengah merasakan mabuk cinta (barangkali) sehingga mata saya pun telah buta.
Kini saya pun menyesal. Di saat yang lain telah menjadi seorang expert, saya masih mencari-cari sesuatu hal yang hendak saya tekuni.
Meskipun demikian, saya pun memikirkan kembali, bahwa tidak ada yang yang bisa menjamin bahwa jika saya tidak memilih keputusan yang saya ambil di masa lalu akan membuat saya lebih berbahagia. Karena saya yakin Allah tidak akan kehabisan cara untuk menguji hamba-Nya.
Ketika kita dihadapkan pada kesulitan maka nampaklah itu sebagai sebuah ujian yang nyata, namun ternyata ujian tidak hanya tentang kesusahan, karena ujian juga bisa berupa kemudahan.
Jadi membandingkan kisah saya dengan teman saya, teman saya mendapatkan ujian berupa kesulitan, sedangkan ujian saya adalah kemudahan. Bagaimanapun ternyata dua-duanya sama-sama terasa berat.
Kini saya harus berjuang untuk mencapai yang saya inginkan. Jika saya merasa berat, saya ingat teman saya yang berkata "Saya terbiasa dengan kesulitan"
Maka saya pun akan mencoba menerapkan hal tersebut.
Bismillah...
Ya Allah.. Bantu hamba ya Allah.. .
Comments
Post a Comment